2011 Pagelaran Musik Etnik Dunia SIMFes Digelar di Sawahlunto
Padang Ekspres
Pagelaran musik etnik dunia di Sawahlunto International Music Festival (SIMFes) 2010
Minggu malam lalu usai sudah. Sekitar pukul 23.30 WIB Aly Keita (Afrika), Sarangerel Tserevsamba (Mongolia), Klaus der Geiger (Jerman), Mohamad Faisal (Singapura) berkolaborasi dengan puluhan musisi lain dari Padangpanjang, Padang, Jakarta, Medan, dan dari tuan rumah sendiri menutup kemeriahan ajang musik internasional tersebut dengan gegap gempita.
Minggu malam lalu usai sudah. Sekitar pukul 23.30 WIB Aly Keita (Afrika), Sarangerel Tserevsamba (Mongolia), Klaus der Geiger (Jerman), Mohamad Faisal (Singapura) berkolaborasi dengan puluhan musisi lain dari Padangpanjang, Padang, Jakarta, Medan, dan dari tuan rumah sendiri menutup kemeriahan ajang musik internasional tersebut dengan gegap gempita.
Kolaborasi tersebut selain menutup acara juga menegaskan bahwa seni, khususnya musik, merupakan media yang mangkus menciptakan keharmonisan hidup di dalam beragam perbedaan budaya antar etnis di dunia, tanpa mencabut akar tradisi dari masing-masing etnis.
Sejumlah musisi dunia yang hadir menilai sukses acara pagelaran SIMFes ini. "Belanda Kecil" begitulah julukan kota Sawahlunto, dalam perayaan hari jadinya yang ke-122, semakin menegaskan diri sebagai kota yang terbuka untuk beragam kebudayaan dan etnik di dunia.
Di Kota yang hanya berjarak sekitar 100 Km dari Kota Padang ke arah Timur ini sejak beratus tahun silam lalu masyarakatnya hidup saling berdampingan dalam alkulturasi budaya yang dinamis.
Walikota Sawahlunto, Ir. H. Amran Nur, tak pernah absen menyaksikan berbagai pertunjukan musik yang digelar selama tiga hari di lapangan parkir "Musium Goedang Ransoem" Sawahlunto itu, menyatakan rasa bangga saat penutupan festival itu.
"Dengan adanya SIMFes ini berarti Sawahlunto telah menoreh sejarah baru membanggakan di Sumbar. Dimana untuk pertama kalinya mampu dan berhasil menggelar festival musik internasional seperti ini," ungkap Amran, yang disambut tepuk tangan penonton.
Tanpa sungkan musisi sekaliber Asril, composer sekaligus pimpinan Talago Buni Padangpanjang, dan Irwansyah Harahap, dosen pascasarjana Etnomusikologi USU dan pimpinan Swarasama Medan, yang telah banyak menggelar pertunjukkan di sejumlah negara, memuji suksenya pelaksanaan ajang musik internasional ini.
"Sebenarnya saya sangat survrise dengan festival ini. Tak pernah terbayangkan bagi saya akan adanya festival sebesar ini. Secara jelas basisnya acara ini bagaimana mengangkat dan mengeksplorasi musik etnik. Di Inonesia baru dua daerah yang membuat ajang festival semacam ini, Sawahlunto dan Solo," sebut Asri yang juga seorang dosen jurusan musik ISI Padangpanjang.
Senada dengan Asril, Pimpinan Swarasama, Irwansyah Harahap menyebutkan, ini merupakan ajang festival musik internasional terbesar yang ada di Sumbar.
"Ada apresiasi seni dan budaya yang baik dari pemerintah Sawahlunto. Hal tersebut terlihat dari kemauan dan kemampuan mereka dalam membuat festival yang tidak serampangan. Dimana pilihan tema dan musisi yang hadir sesuai dengan konteks sejarah, dan kekinian Sawahlunto, yang secara tidak langsung menciptakan dialog buadaya antar bangsa," ujarnya.
Dengan potensi sejarah, sosial, dan alam dimiliki Sawahlunto, Irwansyah yakin, jika festival musik etnik ini dijalankan secara continue setiap tahun, maka "kota arang" ini akan menjadi garda terdepan dalam perkembangan musik etnik di Indonesia. Dalam istilahnya sendiri, Irwansyah lebih suka memakai istilah "World Music".
"Muaranya nanti, saya optimis, impian Sawahlunto untuk menjadi kota pariwisata dan budaya dapat terwujud. Sebab, dengan ke khasan festival semacam ini bukan tidak mungkin SIMFes akan mampu menjadi ikon kota. Itu berarti dengan sendirinya akan menjadi magnet yang akan menarik masyarakat dari berbagai belahan dunia lain untuk mengunjungi Sawahlunto," paparnya.
Ada satu hal lain yang agaknya perlu mendapat catatan dari SIMFes 2010 ini. Sudah menjadi hal lazim di kalangan para seniman, bahwasanya para pejabat (kepala pemerintahan, red) kurang apresiasinya terhadap seni. Namun, menyimak Amran Nur, yang selalu hadir selama tiga hari pertunjukan dari awal hingga selesai, image demikian agaknya tidak mereka temukan.
Nono Sukmawati, Misalnya, Dosen Fakultas Sastra Unand ini merasakan perbedaan ini. Ia menilai Amran Nur seorang pejabat memiliki apresiasi tinggi terhadap seni dan budaya.
"Saya surprise juga dengan apreisiasi ditunjukkan Amran Nur. Sebab, tak banyak pemimpin daerah yang mau menyaksikan even seni dan budaya dari awal sampai selesai," sebutnya.
Malah, dibeberapa kesempatan tak jarang kepala daerah hanya mewakili kehadirannya kepada bawahannya.
Amran Nur menyampaikan, bahwa pada 2011 mendatang sudah dapat dipastikan SIMFes akan kembali digelar di Sawahlunto, patut untuk dipercaya dan dinantikan. []
0 komentar:
Posting Komentar